KAB. BANDUNG | – Kontras dengan keindahan alam Pangalengan, dengan PLTU Star Energy Geothermal, destinasi wisata Nimo Hengland, dan hamparan perkebunan teh Malabar yang subur, terdapat kisah pilu seorang janda tua berusia 87 tahun yang tinggal sebatang kara di sebuah gubug reot. Kehidupannya sangat memprihatinkan, mempertanyakan komitmen terhadap keadilan sosial dan efektivitas pengelolaan Dana Desa (DD) serta Dana Bagi Hasil (DBH) yang melimpah di desanya, Jumat (4/7). (Sumber: Warga Desa Banjarsari, Pangalengan)
Rumahnya yang kumuh dan tak layak huni, ditambah penyakit mata kronis yang dideritanya, merupakan gambaran nyata kesenjangan sosial. Ia hidup sendirian, tanpa jendela dan ventilasi memadai, di tengah ancaman penyakit dan keterbatasan ekonomi. Meskipun terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dan pernah menjalani perawatan di RS Cicendo Bandung, pengobatan terpaksa dihentikan karena ketidakmampuannya menanggung biaya transportasi dan kebutuhan hidup selama perawatan. (Sumber: Keluarga Janda Tua).
Upaya pendampingan dari Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) dan Kader Desa yang mengajukan permohonan bantuan ke Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) pada 27 Mei 2025, justru menemui jalan buntu. Menurut keterangan Kader, pihak Pemerintah Desa Banjarsari, melalui Asep Asgar (UPJ Kadus 1 Cinolang), diduga telah menghubungi BAZNAS pada 25 Mei 2025 untuk menolak permohonan tersebut sebelum pengajuan resmi diajukan. (Sumber: Kader Desa Banjarsari)
Kecamatan Pangalengan tengah berjuang melawan angka stunting yang tinggi (25,9% di tahun 2024, jauh di atas rata-rata Kabupaten Bandung dan angka nasional). Ironisnya, di tengah fokus pada penanggulangan stunting ini, janda tua penghuni gubug reot ini, yang hidup dalam kemiskinan dan membutuhkan perawatan medis, justru terabaikan. (Sumber: Data Resmi Kabupaten Bandung).
Tokoh masyarakat setempat menyoroti kasus ini sebagai cerminan ketimpangan sosial yang memprihatinkan. Mereka mempertanyakan efektivitas penggunaan Dana Desa dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang diterima Desa Banjarsari dalam jumlah signifikan (berdasarkan Laporan BK-RI). Pertanyaan kritis pun muncul, kemana dana tersebut dialokasikan? Apakah program kesejahteraan sosial telah tepat sasaran dan mampu mencegah warga rentan seperti janda tua ini terabaikan? (Sumber: Tokoh Masyarakat Desa Banjarsari).
Kisah gubug reot ini bukan sekadar tragedi kemanusiaan, melainkan juga studi kasus yang mempertanyakan komitmen terhadap keadilan sosial dan transparansi pengelolaan dana publik. Media Mitra Polisi News mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk turut prihatin dan mendukung upaya membantu janda tua ini dan warga lain yang mengalami nasib serupa.*Liputan tim Mpnews, Wanhendy




No Responses