JAKARTA | MPNews – Dalam suasana forum yang hangat dan penuh gagasan di Indonesia Integrity Forum (IIF) 2025, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menyerukan pentingnya membangun sistem demokrasi dan Pemilu yang dikelola dengan pemikiran komprehensif dan terintegrasi.
Kegiatan yang berlangsung di Teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Rabu (29/10/2025), menjadi ruang dialog lintas sektor membahas isu-isu strategis seputar integritas, akuntabilitas, dan kepercayaan publik terhadap demokrasi.
Bima Arya, yang tampil sebagai salah satu pembicara utama, menegaskan bahwa demokrasi tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi sempit, melainkan harus dipahami secara utuh — dari akar persoalan hingga dampak kebijakan.
“Kecenderungan untuk menyederhanakan masalah politik itu berbahaya. Banyak hal yang harus kita benahi secara menyeluruh, mulai dari biaya politik, mekanisme partai, hingga tata kelola kampanye publik,” tegasnya.
Menurut Bima, Pemilu yang mahal tidak semata-mata disebabkan oleh praktik politik uang, tetapi juga karena lemahnya sistem pengawasan dan transparansi yang belum sepenuhnya berjalan. Ia mendorong agar setiap pihak berpikir lebih luas sebelum menetapkan solusi kebijakan.
Lebih lanjut, Bima Arya menyoroti pentingnya transparansi dan pengaturan dukungan antarpartai, terutama dalam konteks pendanaan politik. Ia menjelaskan bahwa gagasan pendanaan negara terhadap partai politik (state funding) hanya akan efektif jika disertai dengan integritas tinggi dan sistem audit yang kuat di tubuh partai.
“Uang negara tidak boleh hanya berhenti di pengurus partai atau menguntungkan calon legislatif tertentu. Dana publik harus benar-benar berdampak bagi konstituen dan memperkuat kelembagaan partai,” jelas Bima.
Ia menambahkan, sistem pendanaan politik yang adil akan menciptakan “lapangan permainan yang setara” bagi semua partai, tanpa membedakan besar kecilnya modal politik. Prinsip keadilan dalam persaingan politik menjadi fondasi utama agar demokrasi tidak timpang.
“Ketika pendanaan partai diaudit dengan ketat dan dikelola transparan, maka kompetisi politik menjadi lebih sehat. Yang kita kejar bukan sekadar Pemilu yang ramai, tapi demokrasi yang berintegritas,” ungkapnya.
Selain membahas pendanaan partai, Bima juga menyinggung perlunya penyempurnaan Rancangan Undang-Undang Pemilu, mulai dari sistem penyelenggaraan, mekanisme pencoblosan, hingga Daftar Pemilih Tetap (DPT). Ia menilai penting untuk menyatukan antara sistem integritas partai politik dengan kebijakan pendanaan negara, agar keduanya berjalan beriringan dalam memperkuat demokrasi Indonesia.
“Selama ini integritas partai dan sistem bantuan dana belum tersambung dengan baik. Kita harus membangun jembatan antara keduanya agar sistem demokrasi kita makin kuat,” tuturnya.
Diskusi panel ini dimoderatori oleh Francisca Christy Rosana dari Tempo, dengan menghadirkan narasumber lain seperti Titi Anggraini (Dosen Hukum Tata Negara UI), Muhammad Novian (Direktur Hukum dan Regulasi PPATK), dan Natalia Soebagjo dari Transparency International Indonesia.
Melalui dialog tersebut, para pembicara sepakat bahwa menjaga integritas Pemilu bukan hanya tugas penyelenggara, tetapi tanggung jawab bersama seluruh elemen bangsa.
Dengan semangat kolaborasi lintas sektor, IIF 2025 menjadi momentum penting untuk memperkuat kepercayaan publik terhadap demokrasi, meneguhkan komitmen pada tata kelola pemerintahan yang bersih, dan menghadirkan politik yang berkeadilan untuk semua.*
Reporter: Wanhendy
Editor: Redaksi Mitrapolisinews
Sumber: Rilis Pers Puspen Kemendagri

