KAB. GARUT | MPNews – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diharapkan menjadi solusi peningkatan gizi anak bangsa, kembali memakan korban. Di Kadungora, Garut, puluhan siswa dari berbagai tingkatan sekolah mengalami keracunan massal, Rabu (1/10) memicu kepanikan dan pertanyaan besar tentang efektivitas pengawasan program ini.
Pada Selasa sore, Puskesmas Kadungora dipenuhi siswa dengan gejala mual, pusing, sesak napas, bahkan pingsan. Video amatir yang beredar memperlihatkan situasi mencekam, dengan siswa lemas, orang tua panik, dan aparat berusaha menenangkan keadaan. Rahmawati (14), salah satu korban, menggambarkan sensasi “runyam di mulut” setelah mengonsumsi susu bantal dari program tersebut.
Kejadian ini bukan hanya menimbulkan krisis kesehatan, tetapi juga trauma mendalam bagi para korban dan kekhawatiran di kalangan orang tua. Lebih jauh, insiden ini memicu sorotan tajam terhadap pemerintah dan pihak terkait, menuntut pertanggungjawaban atas kelalaian yang terjadi.
Investigasi awal mengindikasikan beberapa faktor penyebab keracunan, antara lain:
– Bahan Baku Tidak Layak: Penggunaan bahan baku yang tidak segar atau tidak memenuhi standar kualitas.
– Proses Pengolahan: Waktu memasak yang terlalu lama dan penundaan pemberian makanan, menyebabkan makanan basi.
– Kontaminasi: Kontaminasi pada bahan mentah, lingkungan pengolahan, atau penjamah makanan.
– Sanitasi Buruk: Kurangnya higienis dan sanitasi di dapur tempat pengolahan makanan.
Tragedi di Garut bukan kasus tunggal. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat ribuan kasus dugaan keracunan terkait program MBG di berbagai daerah hingga September 2025. Fakta ini mengindikasikan masalah sistemik dalam implementasi program MBG secara nasional.
Tuntutan Perbaikan dan Evaluasi Menyeluruh
Kejadian di Kadungora harus menjadi momentum untuk evaluasi menyeluruh dan perbaikan mendasar terhadap program MBG. Beberapa langkah mendesak yang perlu diambil:
– Pengawasan Ketat: Peningkatan pengawasan kualitas makanan di setiap tahap, dari pengadaan hingga distribusi.
– Transparansi: Keterbukaan dalam proses pengadaan dan distribusi makanan, melibatkan partisipasi masyarakat.
– Keterlibatan Ahli: Melibatkan ahli gizi dan kesehatan dalam perencanaan menu dan pengawasan kualitas.
– Evaluasi Dapur: Evaluasi dan perbaikan sistem pengelolaan dapur tempat pengolahan makanan.
– Uji Organoleptik: Penerapan uji organoleptik untuk memastikan makanan layak dikonsumsi sebelum didistribusikan.
Tragedi keracunan massal di Garut adalah alarm bagi pemerintah dan semua pihak terkait. Program MBG, yang seharusnya menjadi solusi peningkatan gizi anak bangsa, harus dievaluasi dan diperbaiki secara menyeluruh. Jangan sampai kejadian serupa terulang kembali, dan anak-anak Indonesia menjadi korban dari program yang seharusnya melindungi mereka.*(wanhendy)
Sumber: Gambar video liputan Tim media Garut
Editor Chanel, www.mitrapolisinews.com


